Polusi udara selama ini selalu dikaitkan dengan peningkatan terjadinya penyakit jantung dan paru-paru. Ternyata ada 1 lagi organ yang penting yang terkena dampak polusi udara, yaitu otak.
Peneliti di the American Association for the Advancement of Sciences (AAAS) dalam pertemuan tahunan di Chicago mengungkapkan pengaruh polusi udara yang terus menerus terhadap perkembangan otak. Menurut para peneliti, yang menggunakan model tikus yang secara konstan menghirup udara yang berpolusi, dapat mengakibatkan pembesaran pada ventrikel otak yang merupakan tempat berkembangnya kelainan otak seperti schizophrenia dan autis.
Para peneliti percaya bahwa peningkatan di dunia tingkat polusi udara mungkin terkait dengan meningkatnya kasus penyakit sistem saraf pusat selama bertahun-tahun.
Menurut Dr. Deborah Cory-Slechta, polusi udara terdiri dari berbagai campuran metal dan gas, yang seringnya terdiri dari berbagai macam ukuran partikel. Partikel yang lebih besar biasanya tidak menyebabkan resiko pada tubuh, karena partikel tersebut bisa dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Tetapi partikel yang lebih kecil merupakan suatu ancaman kesehatan yang besar.
"Komponen yang paling dikhawatirkan orang-orang adalah partikel yang berukuran sangat kecil, bahkan sangat halus, dan alasannya adalah karena partikel tersebut dapat masuk sampai ke bagian dasar paru-paru dan dapat diserap pembuluh darah" kata Dr. Cory-Slechta, professor di University of Rochester School of Medicine
Dr. Cory-Slechta mengatakan dia tidak sengaja mengambil penelitian tentang kaitan polusi udara dengan otak, setelah beberapa koleganya mengirimkan bagian dari otak tikus yang sudah terkena polusi udara terus menerus. "Para peneliti tersebut ingin mengetahui efek polusi udara terhadap paru-paru pada tikus. Dan mereka tidak menggunakan bagian otaknya, jadi mereka bertanya kepada kami apakah kami ingin melihat bagian otaknya. Kami pun bersedia dan mengambil otak dari tikus-tikus tersebut. Tikus tersebut sudah terekspos polusi udara terus menerus selama berbulan-bulan, dan kemudian kami memeriksa otaknya dan kami tidak bisa menemukan wilayah otak yang tidak memiliki peradangan, tidak satupun." Demikian dijabarkan oleh Dr. Cory-Slechta.
Berharap untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kaitan polusi udara dengan cedera otak, Dr. Cory-Slechta dan tim memulai serial penelitian pada tikus yang diekspos oleh udara yang tercemar dari Rochester, N.Y. Pada bagian ke3 dari studi mereka, para peneliti memberikan paparan pada tikus-tikus yang baru lahir, usia 4-13 hari (yang merupakan masa kritikal pada perkembangan otak tikus). Kemudian mereka memeriksa otak-otak tikus tersebut saat masa paparan berakhir.
Setelah otak tikus tersebut dibagi-bagi menurut areanya, para peneliti dapat melihat lebih jelas jika area-area otak tersebut memliki tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Tetapi dengan jelas terlihat, terdapat pelebaran ventrikel otak secara signifikan. Ventrikel otak terisi oleh cairan cerebrospinal (LCS) dan berfungsi untuk melindungi keseluruhan otak, membersihkannya dan memberikan energi. Tetapi saat ventrikel ini membesar, berarti mengidikasikan adanya perkembangan yang buruk dari sistem syaraf.
Ketika ventrikel otak membesar, mereka akan mendorong jaringan otak yang lain" kata Dr. Cory-Slechta. "Kemudian ada juga bangunan diotak yang disebut ‘white matter’ yang menghubungkan kedua hemisfer otak. Pada anak-anak tikus tersebut,bagian ini menghilang atau bahkan tidak pernah terbentuk atau mati. Kami tidak mengetahui penyebab pastinya, tetapi tanda-tanda ini merupakan karakteristik dari autism dan schizophrenia."
Ventriculomegaly atau pembesaran ventrikel juga diasosiasikan dengan berbagai macam gangguan otak seperti kelainan bipolar dan Alzheimer. Dr. Cory-Slechta mencatat jika kerusakan otak tersebut kebanyakan terjadi pada tikus jantan, yang membawa pada kesimpulan menarik jika autis dan schizophrenia terkait dengan gender.
Sumber: foxnews